Kamis, 23 Maret 2017

Pemkot Restoran di Surabaya Kalah Gugat Gala Bumi Perkasa Pasar Turi

Persidangan tersebut dipimpin ketua majelis hakim Mangapul Girsang sejak pukul 11.00. Puluhan pedagang yang memiliki stan di Pasar Turi turut menyaksikan pembacaan putusan tersebut.

Dari pihak Pemkot Surabaya, hadir Kabag Hukum Ira Tursilowati dan Asisten I Yayuk Eko Agustin. Keduanya tampak tegang selama persidangan berlangsung. Pihak tergugat hanya diwakili kuasa hukumnya, Liliek Djaliyah Sururi.

Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim Mangapul Girsang menerima eksepsi (keberatan) yang diajukan tergugat. Eksepsi tersebut menyoal kurangnya pihak yang menjadi objek gugatan Pemkot Surabaya.

Sebagaimana diberitakan, gugatan diajukan Pemkot Surabaya karena PT GBP dinilai telah melakukan wanprestasi dalam pembangunan Pasar Turi. Dalam gugatannya, Pemkot Surabaya meminta majelis hakim memutus kontrak pengelolaan Pasar Turi yang dipegang PT GBP.

Dalam persidangan, hakim Mangapul menerangkan bahwa pemohon seharusnya menyertakan PT Centra Asia Investment (CAI) dan PT Lucida Megah Sejahtera (LMS). ”Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima. Sebab, saat itu PT GBP merupakan perusahaan joint operation (JO) dengan dua perusahaan tersebut,” kata Mangapul.

Mangapul menjelaskan, putusan yang digedoknya bukan putusan final. Masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh kedua pihak. Para pihak boleh mengajukan banding. ”Ada waktu 14 hari untuk menentukan sikap,” jelas Mangapul.

Menanggapi putusan hakim, Setijo Boesono selaku kuasa hukum Pemkot Surabaya menghormati putusan tersebut. Namun, pihaknya berpegang teguh pada pasal 1338 KUH Perdata bahwa kontrak perjanjian itu mengikat pihak yang membuatnya. Atau pihak yang membubuhkan tanda tangan. Dalam hal ini, yang tanda tangan hanya PT GBP dan wali kota.

Kalau itu dijadikan pertimbangan, lanjut Setijo, pihaknya menilai hal itu seolah-olah dibuat abu-abu. Menurut dia, PT GBP membuat kondisi yang meragukan. Padahal, yang tanda tangan kontrak hanya dua pihak, wali kota (pemkot) dan JO yang diwakili PT GBS. PT CAI dan PT LMS tidak ikut tanda tangan. ”Apa mungkin orang yang tidak ikut tanda tangan terus kami gugat?” katanya.

Dia mengandaikan, jika pemkot membuat tergugat menjadi tiga pihak, bukan tidak mungkin restoran di Surabaya pihak tergugat akan eksepsi lagi. Selain itu, akan di-NO lagi (putusan niet ontvankelijke verklaard atau putusan NO). ”Kami akan pikir-pikir dulu,” tegas Setijo.

Sementara itu, Ira menegaskan bahwa pihak pemkot belum bisa menentukan sikap selanjutnya. Pihaknya masih menunggu salinan putusan hakim. Nah, setelah mendapatkan salinan putusan, pihaknya baru melakukan koordinasi terkait langkah yang akan diambil selanjutnya. ”Apakah memutuskan banding atau membuat gugatan baru,” ujar Ira setelah persidangan.

Ira menyatakan sudah mengerahkan segenap kemampuannya. Termasuk menggandeng advokat dari Peradi maupun Kejaksaan Negeri Surabaya. Namun, pihaknya tetap mengembalikan semuanya pada putusan hakim. ”Kami sudah berusaha maksimal, tetapi hakim yang memutuskan,” tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum PT GBP Liliek Djaliyah mengatakan, apa yang diputuskan majelis hakim sudah tepat. Sebab, di dalam undang-undang dan akta yang diserahkan dalam perjanjian BOT (build operate transfer) atau bangun guna serah, perjanjian antara Pemkot Surabaya dan pihak perusahaan sudah jelas. ”Perjanjian itu semua melibatkan JO. Jadi, tanggung jawabnya ya tanggung renteng (bersama). Kalau ada gugatan, ya harus semuanya. Kalau tidak, ya namanya kurang pihak,” tambah Liliek.

Liliek menambahkan, pasal-pasal di dalamnya menyebutkan tanggung jawab secara tanggung renteng. Walaupun yang tanda tangan hanya PT GBP, Liliek menyatakan bahwa PT GBP belum mewakili pihak JO. Sebab, kalau PT GBP pailit, JO lainnya akan mengambil alih. ”Kalau tidak diurut, gimana jadinya? Kami tunggu saja. Kalau ada upaya banding dari pemkot, kami akan buat kontra memori untuk menguatkan argumen kami,” tegasnya.